Senin, 15 Agustus 2016

KARYA TULIS ZIARAH WISATA JAWA BALI



ZIARAH WISATA JAWA BALI
KARYA TULIS
     Disusun  Sebagai Syarat Kenaikan Kelas XII
                          







                                                 Disusun Oleh :
INDAH
INDUH








YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)
MA AL BIDAYAH CANDI BANDUNGAN
TAHUN AJARAN 2016/ 2017
                                               
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ini, telah disetujui dan disahkan pada :

Hari       :
Tanggal :




Mengetahui,
Kepala MA Al Bidayah



Drs.Edi Winarto
Menyetujui,
Guru pembimbing



Eni Nurmala

                                                                                            



                                               

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

A.    MOTTO
1)      Belajarlah karna belajar adalah penentu masa depan.
2)      Carilah 1000 teman sebagai penambah pengalaman.
3)      Carilah kematian, niscaya kau akan menemukan kehidupan.

B.      PERSEMBAHAN
1)      Ayah dan Ibu
2)      Madrasah Aliyah Al Bidayah tercinta
3)      Teman-teman
4)      Pembaca











PRAKATA

Assalamu’alaikum, Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dimaksudkan sebagai syarat kenaikan kelas XII IPS dan tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada :
1)      Kepala Ma Al Bidayah Bapak Drs. Edi Winarto.
2)      Pembimbing penulis Ibu Eni Nurmala.
3)      Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia Bapak Efendi Fitriyawan S.Pd.
4)      Bapak/Ibu guru MA Al Bidayah.
5)      Orang tua tercinta.
6)      Teman-teman.
Penulis menyadari bahwa karya tulis yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu mohon kritik dan saran demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Bandungan, Mei 2016
Penyusun




DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................i                                                                                                                                                                                                                                                    
Moto Dan Persembahan.........................................................................................iii
Kata Pengantar........................................................................................................iv
Daftar Isi.................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................1
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORITIS..........................................................................3
2.1 Pengertian Ziarah......................................................................................3
2.2 Pengertian Wisata.....................................................................................3
2.3 Pengertian Jawa.........................................................................................3
2.4 Pengertian Bali..........................................................................................4
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................5
3.1 Jenis Penelitian..........................................................................................5
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian..................................................................5
3.3 Metode Pengamatan..................................................................................6
BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................................7
4.1 Ziarah Pulau  Jawa...................................................................................7
4.1.1 Raden Patah.................................................................................... 7
4.1.2 Sunan Kali Jaga...............................................................................7
4.1.3 Gus Dur............................................................................................8
4.1.4 Sunan Bonang................................................................................11
4.1.5 Sunan Drajat...................................................................................12
4.1.6 Sunan Giri......................................................................................12
4.1.7 Syaikhonan Kholil Bangkalan.......................................................13
4.1.8 Sunan Ampel..................................................................................14
4.2 Wisata Pulau Bali....................................................................................16
4.2.1 Tanah Lot.......................................................................................16
4.2.2 Pantai Pandawa..............................................................................17
4.2.3 Pantai Kuta ....................................................................................17
4.2.4 Pasar Sukawati...............................................................................18
4.2.5 Jogger.............................................................................................19
4.2.6 Bedugul..........................................................................................21
BAB V PENUTUP................................................................................................23
5.1 Simpulan.................................................................................................23
5.2 Saran .......................................................................................................24
Daftar Pustaka .......................................................................................................25
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
                                                
1.1      Latar  Belakang  Masalah
Ziarah Wisata merupakan kegiatan rutin tahunan yang di laksanakan oleh MA Al Bidayah Candi.  Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memberikan wawasan historis, religious dan social secara langsung kepada siswa-siswi  MA Al Bidayah. Pada tahun ini MA Al Bidayah melaksanakan ziarah wisata di pulau Jawa dan Bali.

1.2      Rumusan Masalah
Bagaimana pelaksanaan ziarah wisata pada pulau Jawa dan Bali ?

1.3      Tujuan  Penulisan
Untuk mendiskripsikan ziarah wisata pulau Jawa dan Bali.

1.4      Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui  pelaksanaan aktivitas ziarah dan wisata di wilayah Jawa dan Bali.










BAB II
LANDASAN TEORI
2.1     Pengertian Ziarah
2.1.1        Secara Etimilogi, Ziarah adalah kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia. ( KBBI,2001 : 1280 ).
2.1.2        Secara terminolog, Ziarah adalah mendatangi makam-makam orang tua, kakek, nenek, anak, leluhur, para ulama, wali dan sebagainya untuk mendoakan atau bertawasul kepada mereka. ( Lathif dan Susanti, 2011 : 66).

2.2     Pengertian Wisata
2.2.1        Secara Etimologi, Wisata adalah bepergian bersama-sama atau sendirian guna menghibur diri, memperluas pengetahuan, dll (KBBI.2001 : 1274)
2.2.2        Pariwisata atau Turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seorang yang melakukan prjalanan paling tidak sejauh 80km dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh pariwisata Dunia. ( www.wikipedia.com )

2.3      Pengertian ziarah wisata
2.3.1        Secara Etimologi, Ziarah wisata adalah berpergian secara bersama-sama ke tempat yang dianggap keramat atau mulia guna menambah pengetahuan. (KBBI,2001 : 1280 Dan 1274 )


                                                           
2.4           Pengertian Jawa
Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dengan penduduk 136 juta. Pulau ini merupakan pulau berpenduduk terpadat di dunia dan merupakan salah satu wilayah berpendudu terpadat di dunia. Pulau ini dihuni oleh 60% penduduk Indonesia. Ibu Kota Indonesia, Jakarta terletk di Jawa bagian barat. Banyak sejarah berlangsung di pulau Jawa ini. Jawa dahulu merupakan pusat dari beberapa kerajaan Hindu-Buddha, Kesultanan Islam, Pemerintah Colonial Hindia-Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pulau ini berdampak sangat besar terhadap kehidupan social, politik dan ekonomi Indonesia. 
2.5     Pengertian Bali
              Bali adalah salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari pulau Bali, wilayah provinsi. Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu pulau Nusa Penida, pulau Nusa Lembongan, pulau Nusa Ceningan, pulau Serangan. Bali terletak di Antara pulau Jawa dan pulau Lombok. Ibukota provinsinya adalah Denpasar yang terletak di bagian Selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil Seni Budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan pulau Dewata dan pulau seribu pura.





BAB III
METODE PENELITIAN
3.1   Jenis Penelitian Kualitatif
Kualitatif  adalah penelitian tentang riset yang bersifat diskriptif cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.
3.2   Pelaksanaan Penelitian
Kami melaksanakan penelitian secara langsung pada:
        Hari / tanggal      : 18-22 Januari 2016
        Tempat                 : Pulau Jawa dan Bali
3.3       Metode Pengumpulan Data
3.3.1        Metode Observasi ( Pengamatan ) : Adalah dengan cara melakukan penelitian dan peninjauan langsung ke objek wisata yang dituju.
3.3.2        Metode Interview ( Wawancara )   : Adalah mengadakan wawancara langsung kepada pemandu atau orang tertentu yang mengetahui seluk beluk terhadap objek wisata tersebut.
3.3.3        Metode Dokumentasi : adalah dengan cara mengambil dari browse yang telah kami dapatkan







BAB IV
 HASIL PENELITIAN
4.1 Ziarah Pulau Jawa
      4.1.1 Walisongo
      4.1.1.1 Sunan Kalijaga
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak.
Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi di kerajaannya, merampok orang-orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokanya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat.
Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
4.1.1.2     Sunan Kudus

Menurut salah satu sumber, Sunan Kudus adalah putera Raden Usman haji yang bergelar Sunan Ngudung dari Jipang Panolan. Ada yang mengatakan letak Jipang Panolan ini disebelah utara kota Blora. Di dalam babad tanah jawa, disebutkan bahwa Sunan Ngudung pernah memimpin pasukan Majapahit. Sunan ngudung selaku senopati Demak berhadapan dengan  Raden Husain atau Adipati Terung dari Majapahit. Dalam pertempuran yang sengit dan saling mengeluarkan aji kesaktian itu Sunan Ngudung gugur sebagai pahlawan sahid. Kedudukannya sebagai senopati Demak kemudian digantikan oleh sunan Kudus yang puteranya sendiri yang bernama asli Ja’far Sodiq.
Pasukan Demak hampir saja menderita kekalahan, namun berkat siasat Sunan Kalijaga, dan bantuan pusaka Raden Patah yang dibawa dari Palembang kedudukan Demak dan Majapahit akhinya berimbang.

Selanjutnya melalui jalan diplomasi yang dilakukan Patih Wanasalam dan Sunan Kalijaga, peperangan itu dapat dihentikan. Adipati Terung yang memimpin laskar Majapahit diajak damai dan bergabung dengan Raden Patah yang ternyata adalah kakaknya sendiri. Kini keadaan berbalik. Adipati Terung dan pengikutnya bergabung dengan tentara Demak dan menggempur tentara Majapahit hingga ke belahan timur. Pada akhirnya perang itu dimenangkan oleh pasukan Demak.

Sunan Kudus termasuk pendukung gagasan, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang yang menerapkan strategi dakwah kepada masyarakat sebagai berikut

1.      Membiarkan dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang sukar dirubah. Mereka sepakat untuk tidak mempergunakan jalan kekerasan atau radikal menghadapi masyarakat yang demikian.
2.      Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah dirubah maka segera dihilangkan.
3.      Tut Wuri Handayani, artinya mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat tetapi diusahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit dan menerapkan prinsip Tut Wuri Hangiseni, artinya mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran agama Islam.
4.      Menghindarkan konfrontasi secara langsung atau secara keras didalam cara menyiarkan agama Islam. Dengan prinsip mengambil ikan tetapi tidak mengeruhkan airnya.
5.      Pada akhirnya boleh saja merubah adat dan kepercayaan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi dengan prinsip tidak menghalau masyarakat dari umat Islam. Kalangan umat Islam yang sudah tebal imannya harus berusaha menarik simpati masyarakat non muslim agar mau mendekat dan tertarik dengan ajaran Islam. Hal itu tak bisa mereka lakukan kecuali dengan konsekuen. Sebab dengan melaksanakan ajaran Islam secara lengkap otomatis tingkah laku dan gerak-gerik mereka sudah merupakan dakwah nyata yang dapat memikat masyarakat non-muslim.

Strategi dakwah ini diterapkan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Karena siasat mereka dalam berdakwah tak sama dengan garis yang ditetapkan oleh Sunan Ampel maka mereka disebut kaum Abangan atau Aliran Tuban. Sedang pendapat Sunan Ampel yang didukung Sunan Giri dan Sunan Drajad disebut Kaum Putihan atau Aliran Giri.
Namun atas inisiatif Sunan Kalijaga, kedua pendapat yang berbeda itu pada akhinya dapat dikompromikan. Sesudah berhasil menarik umat Hindu kedalam agama Islam hanya karena sikap toleransi yang tinggi, yaitu menghormati sapi yang dikeramatkan umat Hindu dan membangun menara mesjid mirip dengan candi Hindu. Kini Sunan Kudus bermaksud menjaring umat Budha. Caranya? Memang tidak mudah, harus kreatif dan tidak bersifat memaksa.
Sesudah mesjid berdiri, Sunan Kudus membuat padasan atau tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan. Masing-masing pancuran diberi arca kepala kebo gumarang diatasnya. Hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha, “Jalan berlipat delapan” atau Sanghika Marga” yaitu :
1.      Harus memiliki pengetahuan yang benar
2.      Mengambil keputusan yang benar
3.      Berkata yang benar
4.      Hidup dengan cara yang benar
5.      Bekerja dengan benar
6.      Beribadah dengan benar
7.      Dan menghayati agama dengan benar.
Usahanya pun membuahkan hasil, banyak umat Budha yang penasaran, untuk itu Sunan Kudus memasang lambang  wasiat Budha itu di padasan atau tempat berwudhu, sehingga mereka berdatangan ke mesjid untuk mendengarkan keterangan Sunan Kudus.
4.1.1.3     Sunan Muria
Sunan Muria merupakan putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Nama asli dari Sunan Muria adalah Raden Umar Syahid. Dalam melakukan dakwah, iya menggunakan cara yang seperti ayahnya gunakan. yaitu dengan cara yang halus. Ibarat mengambil ikan, tetapi sangan sampai mengeruhkan airnya. Itulah cara yang ditempuhnya untuk menyiarkan agama islam di sekitar gunung muria. Tempat tinggal sunan muria memang di puncak gunung muria; yang salah satu puncaknya bernama Colo. Gunung tersebut terletak di sebelah utara kota kudus.
Sasaran dakwah dari Sunan Muria adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Ia adalah satu-atunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan islam. Dan, ia juga yang telah menciptakan berbagai tembang jawa. Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperlua meliputi Tayu, Juwana, kudus, dan lereng gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan sunan muria karena tinggal di gunungDari berbagai versi itu, tak ada yang meragukan reputasi Sunan Muria dalam berdakwah. Gayanya ''moderat'', mengikuti Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Misalnya adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung dino sampai nyewu,yang tak diharamkannya.
Hanya, tradisi berbau klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan doa atau salawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya mencipta macapat, lagu Jawa. Lagu sinom dan kinanti dipercayai sebagai karya Sunan Muria, yang sampai sekarang masih lestari.
Lewat tembang-tembang itulah ia mengajak umatnya mengamalkan ajaran Islam. Karena itulah, Sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata ketimbang kaum bangsawan. Maka daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai lereng-lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juana, sampai pesisir utara.
Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah topo ngeli. Yakni dengan ''menghanyutkan diri'' dalam masyarakat. Sasaran dakwah dari Sunan Muria adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Ia adalah satu-atunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan islam.
Keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperlua meliputi Tayu, Juwana, kudus, dan lereng gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan sunan muria karena tinggal di gunung Muria.
Sampai kini, kompleks makam Sunan Muria, yang terletak di Desa Colo, tak pernah sepi dari penziarah. Dalam seharinya tempat tersebut dikunjungi tak kurang dari 15.000 penziarah.
Sunan Muria dimakamkan di atas puncak bukit bernama bukit Muria. Dari pintu gerbang masih naik lewat beratus tangga (undhagan) menuju ke komplek makamnya, yang terletak persis di belakang Masjid Sunan Muria. Mulai naik dari pintu gerbang pertama paling bawah hingga sampai pelataran Masjid jaraknya kurang lebih 750 meter jauhnya.
Setelah kita memasuki pintu gerbang makam, tampak di hadapan kita pelataran makam yang dipenuhi oleh 17 batu nisan. Menurut Juru Kunci makam, itu adalah makamnya para prajurit dan pada punggawa (orang-orang terdekat, ajudan dan semacam Patih dalam Keraton).
Di batas utara pelataran ini berdiri bangunan cungkup makam beratapkan sirap dua tingkat. Di dalamnya terdapat makamnya Sunan Muria. Di sampingnya sebelah timur, ada nisan yang konon makamnya puterinya perempuan bernama Raden Ayu Nasiki.
Dan tepat di sebelah barat dinding belakang masjid Muria, sebelah selatan mihrab terdapat makamnya Panembahan Pengulu Jogodipo, yang menurut keterangannya Juru Kunci adalah putera sulungnya Sunan Muria.

4.1.1.4    Sunan Gresik
Gresik adalah sebuah daerah di provinsi Jawa Timur yang mana dikenal sebagai salah satu daerah industri utama di Jawa Timur. Ada beberapa perusahaan besar di Gresik dan juga merupakan penghasil perikanan yang cukup besar. Tapi tahukah Anda bahwa di Gresik ada sebuah makam penyebar agama Islam di Jawa yaitu Sunan Maulana Malik Ibrahim atau biasa dipanggil Sunan Gresik.  Nah pada kesempatan ini saya ingin menceritakan kisah beliau mulai dari silsilah sampai perjuangan beliau menyebarkan agama Islam di Jawa.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim dipercaya sebagai orang yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Meski tidak terdapat bukti sejarah lengkap yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya dapat ditafsirkan bahwa beliau berasal dari wilayah arab maghrib di Afrika Utara. diperkirakan datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik hingga akhir wafatnya yaitu pada tahun 1419 M.
Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyatnya kebanyakan masih beragama Hindu atau Budha. Sebagian rakyat Gresik sudah ada yang beragam Islam, tetapi masih banyak yang beragama Hindu atau bahkan tidak beragama sama sekali. Sunan Gresik bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Sifatnya lemah lembut, welas asih dan ramah tamah kepada semua orang, baik sesama muslim atau dengan non muslim membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati. Kepribadiannya yang baik itulah yang menarik hati penduduk setempat sehingga mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka rela dan menjadi pengikut beliau yang setia. Dalam Dakwah kakek bantal menggunakan cara yang bijaksana dan strategi yang tepat berdasarkan ajaran Al-Qur’an yaitu :
“Hendaklah engkau ajak kejalan TuhanMu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan petunjuk-petunjuk yang baik serta ajaklah mereka berdialog (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya (QS. An Nahl ; 125)”
Di Jawa, kakek bantal bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu melainkan juga harus bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur mengikuti aliran sesat, juga meluruskan iman dari orang-orang Islam yang bercampur dengan kegiatan Musyrik. Caranya , beliau tidak langsung menentang kepercayaan mereka yang salah itu melainkan mendekati mereka dengan penuh hikmah, beliau tunjukkan keindahan dan ketinggian akhlak Islami sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW.
Menurut literatur yang ada, beliau juga ahli pertanian dan ahli pengobatan. Sejak beliau berada di Gresik hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Dan orang-orang sakit banyak yang disembuhkannya dengan daun-daunan tertentu.
Dan   setelah selesai membangun menata pondokan tempat belajar agama islam di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Gresik boleh dikatakan adalah penghulunya Walisanga. Sunan Gresik hanya merupakan gelaran beliau, nama sebenarnya beliau adalah Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim, sering disebut pula Maulana maghribi, dan juga orang menyebutnya dengan kakek bantal. Maulana Malik Ibrahim adalah orang pertama yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa.  Ia bersaudara dengan malik Ishak, ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri atau Raden Paku. Dari beberapa sumber, ada yang menyebut beliau berasal dari Persia, ada juga sumber yang menyebutkan beliau berasal dari Gujarat India. Tetapi pendapat yang lebih kuat menyebutkan ia berasal dari Arab, tepatnya Maroko.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa kamboja. Ia menikahi putri Campa dan dikarunia dua orang putera, yaitu raden Rahmat ( Sunan Ampel) dan Sayyid Ali Murthada alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwahnya di negeri itu, pada tahun 1329 Masehi.

4.1.1.5   Sunan Ampel
Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut beberapa riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Dalam catatan Kronik Cina dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil).
Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong (versi Babad Tanah Jawi) alias Syaikh Bantong (alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias Bhre Kertabhumi) kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong.
Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang merupakan seorang muslimah.
Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim (putra Haji Bong Tak Keng), keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah (Samarkand/Asmarakandi). Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam.
Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (= Hikayat Banjar resensi I), nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Dia datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara (kelak Brawijaya VII) . Dipati Hangrok (alias Girindrawardhana alias Brawijaya VI) telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki.
Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri.
Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut.
Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus (tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum.
4.1.1.6    Sunan Bonang
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat dia meninggal, kabar wafatnya dia sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat mengagumi dia sampai ingin membawa jenazah dia ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian dia. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya.
Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Bonang disebut Sayyid Kramat merupakan seorang Arab keturunan Nabi Muhammad.
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.
Ada pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti Schrieke disebut Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh G.W.J. Drewes, seorang pakar Belanda lainnya, dianggap bukan karya Sunan Bonang, melainkan dianggapkan sebagai karyanya.
Dia juga menulis sebuah kitab yang berisikan tentang Ilmu Tasawwuf berjudul Tanbihul Ghofilin. Kitab setebal 234 hlmn ini sudah sangat populer dikalangan para santri.
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa
Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian dia kombinasi dengan kesimbangan pernapasan[butuh rujukan] yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ا ل م ) yang artinya hanya Allah SWT yang tahu. Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Dia ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya'. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-Qur'an.
Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia. Dari pernikahan Ja’far Shodiq dengan Dewi Rukhil binti Sunan Bonang lahirlah R. Amir Khasan yang wafat di Karimunjawa dalam status jejaka.
Tahun 1525 M, Raden Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang wafat dalam usia kurang lebih 60 tahun, dimakamkan di rumah kediaman beliau (Ndalem) di desa Bonang Lasem. Setengah riwayat menyebutkan bahwa makam beliau terletak di Tuban, ada pula yang mengatakan di Madura. Semua itu menunjukkan karomahnya Sunan Bonang yang mungkin terjadi bagi seseorang yang menjadi kekasih Allah (Waliyyullah). Hal ini mempunyai hikmah bagi para pengikutnya.
Tentang bangunan ndalem/pesarean Kanjeng Sunan Bonang ada yang berpendapat:
a.       Dibangun oleh Saudagar dari Juwana.
b.      Bekas rumah kadipaten Bonang Binangun Ny. Ageng Malaka (kakak Sunan Bonang).



4.1.1.7   Sunan Derajat
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syari­fuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, ia me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.
Ia sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Ia terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.
Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, ia memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 14Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
1.   Memangun resep tyasing Sasoma (kita selalu membuat senang hati orang lain)
2.   Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
3.   Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
4.   Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
5.   Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
6.   Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
7.   Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singo meng­kok-nya Sunan Drajat kini tersimpan di Museum Daerah.
Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-­benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Museum Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Museum ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret 1992.
Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, S.H. untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangu­nan Gapura Paduraksa senilai Rp.98 juta dan anggaran Rp.100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Mesjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paséban, balé ranté serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.
4.1.1.8  KH. Abdurrahman Wahid
          
Mantan Presiden Keempat Indonesia ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik ini menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden RI setelah dipilih MPR hasil Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden RI dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.
`Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren. Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Akhir 1949, dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.
Gus Dur juga diajarkan membaca buku non Islam, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Pada April 1953, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil. Pendidikannya berlanjut pada 1954 di Sekolah Menengah Pertama dan tidak naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual. Ibunya lalu mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan. Pada 1957, setelah lulus SMP, dia pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun).
Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya. Pada 1963, Wahid menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya. Gus Dur lalu belajar di Universitas Baghdad. Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970.
Dia pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971. Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.
LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Saat inilah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat. Dia kemudian batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren. Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.
Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang. Pada 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas. Satu tahun kemudian, Gus Dur menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam. Pada 1977, dia bergabung di Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam, dengan mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi. Ia lalu diminta berperan aktif menjalankan NU dan ditolaknya. Namun, Gus Dur akhirnya menerima setelah kakeknya, Bisri Syansuri, membujuknya. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur juga memilih pindah dari Jombang ke Jakarta.
Abdurrahman Wahid mendapat pengalaman politik pertamanya pada pemilihan umum legislatif 1982, saat berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), gabungan empat partai Islam termasuk NU.
NU membentuk Tim Tujuh (termasuk Gus Dur) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Pada 2 Mei 1982, para pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan memintanya mengundurkan diri.
4.1.1.9    Syaikhona Kholil
KH Kholil Bangkalan Madura © Hari Selasa tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 M, Abdul Lathif seorang Kyai di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, ujung Barat Pulau Madura, Jawa Timur, merasakan kegembiraan yang teramat sangat. Karena hari itu, dari rahim istrinya lahir seorang anak laki-laki yang sehat, yang diberinya nama Muhammad Kholil, yang kelak akan terkenal dengan nama Mbah Kholil.
KH. Abdul Lathif sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin umat, sebagaimana nenek moyangnya. Seusai mengadzani telinga kanan dan mengiqamati telinga kiri sang bayi, KH. Abdul Lathif memohon kepada Allah agar Dia mengabulkan permohonannya.
Mbah Kholil kecil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH. Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kyai Hamim, anak dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak dari Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah cucu Sunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau KH. Abdul Lathif mendambakan anaknya kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati karena memang dia masih terhitung keturunannya.
Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat ketat. Mbah Kholil kecil memang menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu, sangat luar biasa. Bahkan ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan dan juga kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya, maka orang tua Mbah Kholil kecil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.
Mengawali pengembaraannya, sekitar tahun 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Mbah Kholil muda belajar kepada Kyai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya.
Jarak antara Keboncandi dan Sidogiri sekitar 7 Kilometer. Tetapi, untuk mendapatkan ilmu, Mbah Kholil muda rela melakoni perjalanan yang terbilang lumayan jauh itu setiap harinya. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin. Ini dilakukannya hingga ia -dalam perjalanannya itu- khatamPada masa hidup Mbah Kholil, terjadi sebuah penyebaran Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah di daerah Madura. Mbah Kholil sendiri dikenal luas sebagai ahli tarekat; meskipun tidak ada sumber yang menyebutkan kepada siapa Mbah Kholil belajar Tarekat. Tapi, menurut sumber dari Martin Van Bruinessen (1992), diyakini terdapat sebuah silsilah bahwa Mbah Kholil belajar kepada Kyai ‘Abdul Adzim dari Bangkalan (salah satu ahli Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah). Tetapi, Martin masih ragu, apakah Mbah Kholil penganut Tarekat tersebut atau tidak?
Masa hidup Mbah Kholil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Mbah Kholil melakukan perlawanan  berkali-kali.
Pertama: Ia melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Mbah Kholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada agama maupun bangsa. Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari tangannya; salah satu diantaranya adalah KH. Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebu Ireng.
Kedua: Mbah Kholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan ia lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa ia tak segan-segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada pejuang. Mbah Kholil pun tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian.
4.2   Wisata Pulau Bali
            4.2.1   Tanah Lot
Tanah Lot adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot merupakan pura laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam.
Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa, yaitu Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu, penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben merasa iri kepadanya karena para pengikutnya mulai pergi untuk mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben kemudian menyuruh Danghyang Nirartha meninggalkan Tanah Lot. Danghyang Nirartha menyanggupi, tetapi sebelumnya ia dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura di sana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhirnya disebutkan bahwa Bendesa Beraben menjadi pengikut Danghyang Nirartha.
Pura Tanah lot selama ini terganggu oleh abrasi dan pengikisan akibat ombak dan angin. Oleh sebab itu, pemerintah Bali melalui Proyek Pengamanan Daerah Pantai Bali melakukan memasang tetrapod sebagai pemecah gelombang dan memperkuat tebing di sekeliling pura berupa karang buatan. Daerah di sekitar Tanah Lot juga ditata mengingat peran Tanah lot sebagai salah satu tujuan wisata di bali.
Renovasi pertama dilakukan sejak tahun 1987 sebagai proyek perlindungan tahap I. Pada tahap ini, pemecah gelombang (tetrapod) seberat dua ton diletakkan di depan Pura Tanah Lot. Selain itu, bantaran beton serta dinding buatan juga dibangun sebagai pelindung hantaman gelombang. Namun, peletakan tetrapod mengganggu keindahan dan keasrian alam di sekitarnya sehingga diadakan studi kelayakan dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat setempat pada tahun 1989. Desain bangunan pemecah gelombang di bawah permukaan air dan pembuatan karang buatan dibuat pada tahun 1992 dan diperbaharui lagi pada tahun 1998. Perlindungan pura mulai dilaksanakan sekitar bulan Juni 2000 dan selesai pada Februari 2003 melalui dana bantuan pinjaman Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sebesar Rp95 miliar. Keseluruhan pekerjaan meliputi bangunan Wantilan, Pewaregan, Paebatan, Candi Bentar, penataan areal parkir, serta penataan jalan dan taman di kawasan tanah lot.
Objek wisata tanah lot terletak di Beraban, Kediri, Tabanan, sekitar 13 kilometer di sebelah selatan Kota Tabanan. Di sebelah utara Pura Tanah Lot, sebuah pura lain yang dibangun di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing ini menghubungkan Pura dengan daratan dan berbentuk seperti jembatan (melengkung). Pura ini disebut Pura Karang Bolong.
Odalan atau hari raya di Pura ini diperingati setiap 210 hari sekali, sebagaimana pura lain pada biasanya. Jatuhnya dekat dengan perayaan Galungan dan Kuningan, tepatnya pada Hari Suci Buda Cemeng Langkir.





4.2.2   Pantai  Pandawa
Pantai pandawa, Pantai yang berpasir putih yang terletak di Bali bagian selatan dengan pemandangan indah yang di sajikan di atas tebing kapur serta akan dijamu oleh patung dari pandawa lima. pantai pandawa yang menjadi salah satu pantai yang wajib di kunjungi jika ke Bali masuk ke dalam daftar para traveler ataupun turis asing maupun domestik.
Pantai pandawa terletak di desa kutuh ,kuta selatan badung Bali ,disini dulunya adalah tempat budi daya rumput laut karena ombak di sini terbilang tenang dan tidak keras seperti di Pantai kuta Bali. jika anda berkunjung ke Pantai pandawa Bali disana terdapat permainan Kano yang cukup seru jika di lakukan bersama pasangan maupun teman teman.
Jika ingin pergi ke Pantai Pandawa Bali, cukup pergi ke Desa Kutuh yang bisa di akses melalui Jalan Uluwatu maupun Nusa Dua. jika ingin bertanya ke masyarakat setempat Pantai pandawa Bali disebut juga dengan Pantai Kutuh, kalau wisatawan asing menamainya Secret beach Bali.
Pantai pandawa Bali sering di pakai shooting FTV ataupun sinetron lokal. karena keindahanya tersebut menjadi daya tarik wisatawan asing maupun domestik. anda akan menikmati Biru pantai dan putihnya pasir yang membuat liburan anda bakal terkesan.
Tiket masuk Pantai pandawa Bali cukup murah, dikenakan Rp.2000/ orang dan parkir Rp.5000/mobil ,harga yang cukup terjangkau untuk menikmati indahnya Pantai di Bali. Beda dengan Karma beach yang dikenakan biaya Rp. 250.000/orang untuk menikmati pantainya, walaupun disana adalah private beach yang selalu dijaga kebersihan dan keamananya.
4.2.3   Pantai Kuta
Pantai Kuta Bali, terletak di sebelah selatan pulau dewata. Salah satu tempat wisata menarik di Bali yang menjadi tujuan utama wisatawan berkunjung ke pulau Bali. Pantai ini sangat tekenal dan menjadi andalan pulau Bali, sebagai tempat wisata pantai, sejak tahun 70-an.
Pantai Kuta Bali, jantungnya pulau Bali begitu orang mengenalnya dan keindahan pantai Kuta Bali, sangat terkenal ke mancanegara. Pantai Kuta Bali, berpasir putih dengan ombaknya yang panjang dan besar sangat menguji nyali peselancar belahan dunia. Tidak salah mereka memilih pantai Kuta, sebagai lokasi Surfing terbaik di Bali.
Lokasinya yang begitu strategis membuat pantai Kuta Bali, tidak pernah sepi pengunjung untuk wisata pantai Bali. Pantai yang dulunya adalah perkampungan nelayan tradisional, kini berubah menjadi tempat pertemuan orang-orang dari berbagai negara. Akses menuju pantai sangat mudah dilalui, dengan kendaraan bermotor. Hanya 15 menit dari Bandara Ngurah Rai Bali, dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Namun jika naik bus, penumpang harus berhenti di central parkir dan harus naik sutle ke pantai Kuta Bali. Mengingat areal parkir berada dipinggir jalan dan untuk menghindari kemacetan. Apalagi pada saat musim liburan dan tahun baru, pemerintah desa adat setempat, akan menutup jalan bagi kendaraan bermotor menuju pantai. Disepanjang jalan menuju pantai, ada banyak hotel, restoran, pusat perbelanjaan, pasar seni, dan fasilitas penunjang obyek wisata lainnya. Menjelang sore hari wisatawan yang menginap di sekitar Kuta, biasanya berjalan-jalan menuju pantai untuk sekedar berjemur, sambil menikmati matahari terbenam. Jika cuaca lagi cerah, matahari akan terbenam sekitar jam 18.00.
Lelah menyusuri pantai, ibu–ibu penduduk lokal setempat, sudah siap menanti menawarkan jasa pijat. Dengan berbekal selembar tikar, minyak urut dari kelapa, dicampur garam bertarif Rp 75.000. Terutama para peselancar selalu langganan dengan jasa pijat tersebut. Pedagang makanan dan minuman kecil juga tidak kalah bersaing dengan restoran yang ada di sekitar pinggir pantai. Kuta salah satu wilayah yang menyediakan beraneka ragam tempat makan di Bali yang masuk dalam kategori favorit wisatawan. Selain sebagai tempat wisata, pantai Kuta Bali sering dijadikan lokasi syuting serial televisi anak muda di Indonesia. Anak-anak pantai setempat kadang-kadang ikut terlibat. Mereka kebagian sebagai peran pembantu. Sayangnya pengambilan gambar sering terganggu karena pantai selalu ramai pengunjung. Saat ini, selain pantai Kuta Bali, pantai yang banyak dikunjungi saat liburan oleh wisatawan domestik adalah pantai Pandawa Bali.
Sebelum terkenal menjadi tempat wisata pantai di Bali, pantai ini adalah pelabuhan dagang dan banyak pedagang dari luar Bali melakukan transaksi dagang di sini. Pada abad ke 19, seorang pedagang yang berasal dari Denmark bernama Mads Lange, mendirikan tempat perdagangan di pantai ini, karena kepandaiannya dalam bertransaksi dan negosiasi dagang, Mads Lange terkenal di kalangan raja-raja Bali.
Dulunya pantai ini adalah habitat dari penyu hijau dan banyak orang yang tidak tahu akan hal ini. Penyu hijau hampir punah dan mejadi salah satu hewan yang dilindungi. Penangkaran penyu hijau sekarang telah di pindahkan ke pantai Tanjung Benoa, jika anda ingin melihat penyu hijau anda dapat berkunjung ke pulau penyu di Tanjung Benoa menggunakan glass bottom boat, sambil memberikan makan ikan dalam perjalanan menuju pulau penyu.
4.2.4   Pasar Sukawati
Pasar Sukawati adalah pasar Seni yang sangat terkenal sampai ke penjuru dunia. Pasar seni Sukawati terdapat di Desa Sukawati Kabupaten Gianyar. Jarak dari airport Denpasar sekitar tiga puluh kilometer, yang dapat ditempuh dengan mobil selama 45 menit. Karena sangat terkenal, sebagian besar wisatawan yang liburan di Bali, akan menyempatkan diri untuk berkunjung ke Pasar Seni Sukawati. Oleh karena itu banyak penyedia jasa paket liburan ke Bali, menjadwalkan rute tour ke Pasar Seni Sukawati. Pasar seni Sukawati sangat terkenal karena menjual pakaian dan kerajinan traditional khas Bali dengan harga yang sangat murah. Pakaian seperti Batik yang berciri khas Batik ornamen Bali. Kita juga akan banyak melihat pakaian baik celana maupun baju, yang dapat anda gunakan di pantai dan harganya pun sangat murah dibandingkan dengan tempat lain. Jadi anda dapat membeli oleh-oleh khas Bali, yang dapat berikan kepada teman dan keluarg, tanpa banyak menghabiskan biaya liburan.
Semua harga yang ditawarkan disini, dapat anda tawar. Jadi pintar-pintarlah untuk menawar. Sebagai bayangan, harga pas di pasar Pasar Seni Sukawati adalah sepertiga dari harga yang ditawarkan oleh penjual.
Jika ingin sukses menawar harga, maka sebaiknya datang di pagi hari pada saat baru buka. Karena kepercayaan orang Bali, jika pada saat baru buka dagangan langsung dapat terjual, maka akan memperlaris barang dagangan mereka. Jadi jika anda mampu datang ke pasar seni Sukawati pada pukul 10:00 wita (waktu lokal), alangkah baiknya mencoba menawar lebih murah. Selain pakaian dan Batik, di pasar traditional ini juga terdapat lukisan yang dapat anda beli, aliran lukisan yang dijual seperti naturalis dan abstrak.
4.2.5   Joger
Nama Joger diambil dari nama pemiliknya sendiri yaitu bapak Joseph Theodorus Wulianadi yang digabung dengan nama sahabatnya Bapak Gerard. Sahabatnya ini sangat berjasa dalam merintis usaha pabrik kata kata ini. Pada tahun 1981 Joseph diberi hadiah pernikahan oleh Gerard sebesar US $ 20.000 sebagai modal dari usahanya. Awalnya dibuka di alamat Jalan Sulawesi no 37 Denpasar, namun sejak tanggal 7 Juli 1987 toko ini pindah ke tempatnya sekarang di alamat Jalan Raya Kuta sebelah supermarket Supernova.
Ketika memasuki pintu outlet ini, setiap pengunjung akan disapa dengan ramah dan akan ditempeli stiker sebagai tanda masuk. Ada ruangan yang khusus memajang koleksi T-shirt, ruangan khusus souvenir seperti mug, sandal, gantungan kunci dan jam terbalik. Joger Bali hanya satu-satunya tempat di Indonesia yang menjual jam terbalik dan merupakan ciri khas oleh-oleh Joger Bali. Ada juga ruangan di pojok yang menawarkan souvenir berupa guci dan pernak-pernik lainnya.
Harganya pun bervariasi dengan kualitas yang sangat diutamakan. Hampir tiap hari tempat ini ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara.  Terutama saat musim liburan, Idul Fitri, Natal, maupun menjelang tahun baru. Tempatnya yang sangat strategis dengan produk yang unik-unik membuat toko ini tidak pernah sepi pengunjung. Sehingga para pengunjung sering kehabisan stock ukuran baju. Sebaiknya berkunjung tidak pada musim liburan maupun hari raya. Jadi akan bebas memilih dan tidak kehabisan ukuran.
4.2.6   Bedugul
Bedugul adalah sebuah daerah atau kawasan wisata yang terletak di desa Candikuning, kecamatan Bedugul, kabupaten Tabanan. Terletak kira-kira 54 km dari kota Denpasar, Bedugul adalah sebuah daerah pegunungan yang mempunyai udara yang sejuk dengan pemandangan yang indah dari danau Beratan/Bratan yang membuat daerah ini menjadi tempat wisata yang menarik dan terkenal yang wajib dikunjungi di Bali dan salah satu tujuan wisata yang terbaik di pulau Dewata yang dikunjungi oleh ribuan wisatawan baik lokal maupun internasional. Objek wisata Bedugul juga di fasilitasi oleh beberapa akomodasi yang memadai seperti hotel, villa, restoran dan juga terdapat wisata air di kawasan danau Bratan seperti bermain kano, jetski, ataupun parasailing. Bedugul terletak di ketinggian ± 1240 m diatas permukaan laut, dan mempunyai temperatur ± 18° c pada malam hari dan ± 24° c pada siang hari.
Danau Bratan/Beratan yang terletak di Bedugul adalah danau terbesar kedua setelah danau Batur di Bali, Danau Beratan adalah sumber air yang sangat penting di daerah Bali sebagai sumber air utama dari irigasi yang ada di daerah Bali bagian tengah, luas danau Bratan kurang lebih 375.6 hektar yang mempunyai kedalaman kurang lebih 22-48 m dan luas keliling sekitar 12 km.
Pura Ulun Danu Bratan terletak di ujung danau Beratan, pura Ulun Danu dibangun pada awal abad ke-17 dan dijadikan sebagai pura Subak (Subak: sistem irigasi di Bali), Liburan Bali, Akomodasi, Panduan Wisata pura Ulun Danu dibangun untuk memuja Dewi Danu (Dewi air/Dewi dari kesuburan).







BAB  V
PENUTUP
5.1   Simpulan
Pulau jawa bali merupakan tempat yang sangat mengagumkan kaya dengan adat istiadat dan tradisi yang sudah mendarah daging alam jati diri masyarakat.
Di Jawa asyarakat sangat memegang teguh agama yang dianutnya terutama islam. Terbukt itersebarnya :
1.      Masjid yang secara rutin digunakan untuk shalat berjama’ah
2.      Madrasah dan pesantren tempat membina ilmu dengan ribuan pelajar
3.      Makam para tokoh islam baik diantara Walisongo

Di Bali juga sangat terkanal dengan agamanya yang saling menyatu
Dengan budaya dan peninggalan nenek moyang yang mendukung bukan hanya dari sikap melainkan juga dari alam yang kini merupakan objek wisata. Dan menariknya lagi, Bali disebut sebagai surga dunia
5.2     Saran 
1.      Sebagai pengunjung yang baik kita tidak boleh merusak benda-benda yang ada di daerah wisata.
2.      Objek wisata harus dilestarikan untuk menarik minat pengunjung domestic maupun panca negara.
3.      Berziarah dengan ikhlas supaya mendapatkan berkah dan kekuatan iman serta ikut mengikuti keteladanan para wali dan ulama.
4.      Jangan meninggalkan shalat meskipun dalam perjalanan jauh.


DAFTAR PUSTAKA










lAMPIRAN - LAMPIRAN
FOTO :










Tidak ada komentar:

Posting Komentar