MAKALAH FIQIH
“Puasa & Hukum Melaksanakan Puasa Dan Hikmahnya Bagi Ummat Islam”
Disusun Oleh :
Asna Roihana 23010150111
Nurul Fadhilatul Nikmah 23010150193
Septi Adi Setiawan 23010150302
Prodi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negri Salatiga
2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Puasa
merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga
dijalankan pada masa umat-umat terdahulu.bagi orang yang beriman ibadah puasa
merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab
untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan
derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara
amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang
dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang
bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi
menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Allah
memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan
tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi
kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai
manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani
tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan
sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah.
Puasa
mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam
hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya
mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak
langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa
mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian puasa?
2.
Apa macam- macam puasa?
3.
Apa syarat dan rukun puasa?
4.
Apa saja yang membatalkan puasa?
5.
Apa saja sunat-sunat dan hikmah dalam berpuasa?
6. Penentuan awal puasa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puasa
Puasa
“Saumu” menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan
berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama islam
yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai
dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Firman
Allah Swt :
وكلواوشربواحتىي
يتبين لكم الخيط الابيض من الخيط الاسو دمن الفجر
“Makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar.”(Al-baqarah:187).[1][1]
Puasa
adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam
surat Maryam ayat 26:
إِنِّي
نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“Sesungguhnya
aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).”[2][1]
“Saumu” (puasa), menurut
bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu,
menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu
“menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari
terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”[3][2]
Menahan diri dari berbicara dahulu
disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti
puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ
عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ
النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ
الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ
فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan
diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang
diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula
menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu
tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.[4][3]
B.
Macam - Macam Puasa
1. Puasa
Wajib
Puasa wajib artinya puasa yang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak
dikerjakan mendapat dosa.
Adapun macam-macam puasa wajib adalah :
a. Puasa
Ramadhan
Puasa ramadhan ialah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum
melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi
syarat wajibnya.
Firman Allah Swt.
يَا
أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (البقرة:183)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 183).
Puasa
ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriyah. Dalam puasa ramadhan niat untuk berpuasa harus
dilaksanakan malam hari sebelum puasa. Sedang untuk puasa sunah boleh
dilaksanakan siang hari saat puasa sebelum matahari condong ke barat (masuk
waktu dhuhur) asal sejak terbit fajar belum makan atau minum sama sekali.
Hal-hal yang disunahkan
ketika berpuasa antara lain :
a)
memperbanyak membaca Al Qur’an.
b)
Segera berbuka jika sudah waktunya tiba.
c)
Ketika berbuka dengan makanan atau minuman yang manis,
lebih utama
berbuka dengan kurma.
d)
Berdoa lebih dahulu ketika akan berbuka.
Doanya sebagai
berikut :
اللَّهُمَّ لَكَ
صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْ قِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
Artinya :
“Ya Allah, untuk-Mu saya berpuasa, kepada-Mu beriman dan dengan rizki-Mu saya
berbuka. Dengan rahmat-Mu ya Tuhan yang Maha Pengasih.”
e) Mengakhirkan makan sahur kira-kira 15 menit sebelum
waktunya imsak (habis).
f) Memberi makan untuk berbuka atau sahur kepada orang yang
berpuasa.
g) Memperbanyak ibadah, sedekah dan infak.[5][2]
b.
Puasa Kifarat
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada
saat berpuasa (pada siang hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi
yang bersetubuh di siang hari bulan ramadhan yaitu :
a)
puasa dua bulan berturut-turut, atau
b)
memerdekakan seorang budak muslim, atau
c)
memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh)
orang.
c. Puasa
Nazar
Puasa
nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika
keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat
rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut
tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib)
dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika
hal yang baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh
dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul temannya
maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.
2.
Puasa Sunah
Puasa sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh
tidak, puasa sunah sering disebut dengan puasa Tathawu’ artinya apabila
dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dilakukan tidak berdosa. Ada
beberapa macam puasa sunah yang waktu pelaksanaannya berbeda-beda, antara
lain;
a. Puasa Syawal,
Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal
setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara
berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.[6][3]
Nabi
Muhammad saw. bersabda ;
عَنْ
اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ
أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ (رواه مسلم)
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a.
bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu
disusul dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka ( pahalanya )
bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)
b.
Puasa hari Arafah, Puasa sunah hari arafah
adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 9 Dzuhijjah.
Puasa sunah hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua) tahun, yakni
setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ
عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى
بَعْدَهُ . . . (رواه مسلم)
Artinya :
“ Puasa hari Arafah itu dihitung
oleh Allah dapat menghapus ( dosa ) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu
tahun yang akan datang.” (HR Muslim ).
c.
Puasa
Asyura, Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1.
Berpuasa tiga hari yaitu, tanggal
9, 10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam.
2.
Berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10
di bulan Syura atau Muharam.
3.
Berpuasa satu hari yaitu, tanggal 10
Syura atau Muharam.
Bulan
Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang
siapa berpuasa As Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Nabi
Muhammad saw. bersabda ;
صِيَامُ
يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى
قَبْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya :
“ Puasa pada
hari As Syura menghapus ( dosa ) selama satu tahun yang lalu.” ( H.R.
Muslim).
d.
Puasa bulan Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak
ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan puasa di bulan Sya’ban lebih
banyak daripada di bulan lain adalah lebih baik.
Nabi bersabda :
كاَنَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ
شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً (أخرجه البخارى)
Artinya :
“ Rasulullah pernah berpuasa penuh
di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban tidak penuh (dengan
tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)” (H.R. Bukhari)
e.
Puasa
hari Senin dan Kamis
Allah Swt pada setiap Senin dan kamis mengampuni
dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni dosanya oleh Allah, maka
berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ
اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ فَأَحَبُّ اَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد
والترمذى)
Artinya : “ Rasulullah saw. bersabda : Ditempatkan
amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku ditempatkan,
maka aku berpuasa.”
(HR Ahmad dan Tirmidzi
).
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW. bersabda:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ (رواه الترمذى)
Artinya : “Dari Aisyah ra. Ia berkata: Bahwasanya Nabi
SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi)
f.
Puasa
pada pertengahan bulan Qomariyah
Puasa
pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Sabda
Rasulullah saw.
عَنْ
اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ
هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى)
Artinya
:
“ Dari Abu Dzar, : Barang
siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah puasa selama satu
tahun penuh.” ( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadis Abu Dzar yang lain menjelaskan:
اِذَا
صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ ثَةَ فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ
وَخَمْسَ عَشَرَةَ (اخرجه احمد والترمذى وابن حبان)
Artinya
:
“Ketika kamu ingin puasa setiap
bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya.
(H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)
g. Puasa
Daud
Puasa Daud yaitu puasa
yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka ( tidak berpuasa ).
Nabi SAW. bersabda :
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى
اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ
عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ ,
وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
Artinya
:
“Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi
Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi
Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian
tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari
(selang-seling)” (H.R. Bukhari)
3.
Puasa makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain
:
a. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu
dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk
berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw.
bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu
hari sebelumnya atau sesudahnya.”
b.
Puasa
sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa
sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah
hari itu.”
c.
Puasa
pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada
hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka
sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini
maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.
4.
Puasa Haram
Ada
puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena waktunya
atau karena kondisi pelakukanya.
a.
Hari Raya Idul Fitri
Tanggal
1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah
hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat
telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa
sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak
harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b.
Hari Raya Idul Adha
Hal
yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat
Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk
menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat
serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap
hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
c.
Hari Tasyrik
Hari
tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat
Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih
diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan utnuk
menyembelih hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi
Ibrahim as.
d.
Puasa sepanjang tahun / selamanya
Diharamkan
bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk
mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti
itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah SAW
menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan
sehari berbuka
·
Syarat–Syarat
Puasa
1.
Syarat Wajib Puasa
a. Berakal,
orang yang gila tidak wajib Puasa.
b. Balig
(umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa.
c.
Kuat berpuasa, orang yang tidak kuat,
misalnya karena sudah tua atau sakit, tidak wajib puasa.
2.
Syarat Sah Puasa
a. Islam,
orang yang bukan islam tidak sah puasa.
b. Mumayiz
(dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik).
c. Suci
dari darah haid (kotoran) ataupun nifas(darah sehabis melahirkan).
d. Orang
yang haid atau nifas itu tidak sah puasa, tetapi keduanya wajib mengqada (membayar) puasa yang tertinggal itu
secukupnya.
e. Dalam
waktu yang diperbolehkan puasa padanya. Dilarang pada dua hari raya dan hari
Tasyriq (tanggal 11-12-13).[7][6]
·
Rukun
Puasa
1.
Niat pada malamnya, yaitu setiap malam
selama bulan ramadhan. Yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam yang
sebelumnya.
2.
Kecuali puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal
(matahari condong ke barat)
·
Perkara
yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan Minum
Firman Allah Swt :
وكلواوشربواحتىي
يتبين لكم الخيط الابيض من الخيط الاسو دمن الفجر
“ Makan dan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.”(Al-baqarah :
187)
Makan
dan minum yang membatalkan puasa ialah dilakukan dengan sengaja. Kalau tidak
sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.
Sabda
Rasulullah Saw :
Artinya
: “ Barang siapa lupa, sedangkan ia
dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya
disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Memasukan
sesuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung, dan
sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum, artinya
membatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan qias, diqiaskan (disamakan)
dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu tidak
membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum. Menurut
pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa,
begitu juga memasukkan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan
sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakan makan
atau minum.
2. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang
kembali kedalam. Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah Saw, telah berkata, “ Barang siapa terpaksa muntah, tidaklah wajib
mengqada puasanya, dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah
dia mengqada puasanya. “ Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).
3.
Bersetubuh
Firman Allah Swt :
احل
لكم ليلة الصيا م الرفث ال نسا بكم
“Dihalalkan bagi kamu
pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu.” (Al-baqarah
:187)
Laki-laki
yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan
Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat.
Kafarat ini ada 3 tingkat :
a.
Memerdekakan hamba
b.
Kalau tidak sanggup memerdekakan hamba puasa dua bulan berturut-turut.
c.
Kalau tidak kuat puasa bersedekah dengan makanan yang mengenyangkan kepada enam
puluh fakir miskin, tiap-tiap orang ¾ liter.
4.
Keluar darah haid (kotoran) atau
nifas (darah sejabis melahirkan).
“
Dari Aisyah. Ia berkata, “ Kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqada puasa,
dan tidak disuruhnya untuk mengqada shalat. “ (Riwayat Bukhari)
5.
Gila, jika gila itu dating waktu
siang hari, batallah puasa.
6.
Keluar mani dengan sengaja (karena
bersentuhan dengan perempuan atau lainnya). Karena keluar mani itu adalah
puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan
bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi, mengkhayal, dan sebagainya,
tidak membatalkan puasa.
Orang-orang yang diperbolehkan
berbuka pada Bulan Ramadhan adalah sebagai berikut :
1.
Orang yang sakit apabila tidak kuasa berpuasa, atau apabila berpuasa maka sakitnya
akan bertambah parah atau akan
melambatnya sembuhnya menurut keterangan yang ahli dalam hal itu. Maka orang
tersebut boleh berbuka, dan ia wajib mengqada apabila sudah sembuh, sedangkan
waktunya adalah sehabis bulan puasa nanti.
2.
Orang yang dalam perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka, tetapi ia wajib
mengqada puasa yang ditinggalkannya itu.
3.
Orang tua yang sudah lemah, tidak kuat lagi berpuasa karena tuanya, atau karena
memang lemah fisiknya, bukan karena tua. Maka ia boleh berbuka, dan ia wajib
membayar Fidyah (bersedekah) tiap hari ¾ liter beras atau yang sama dengan itu
(makanan yang mengenyangkan) kepada fakir dan miskin.
4.
Orang hamil dan orang yang menyusui anak. Kedua perempuan tersebut, kalau takut
akan menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh
berbuka, dan mereka wajib mengqada sebagaimana orang yang sakit. Kalau keduanya
hanya takut akan menimbulkan mudarat terhadap anaknya (takut keguguran atau
kurang susu yang dapat menyebabkan si anak kurus), maka keduanya boleh berbuka
serta wajib qada dan wajib Fidyah (memberi makan fakir miskin, tiap-tiap hari ¾
liter). Keterangannya adalah ayat di atas dan sabda Rasulullah Saw, berikut ini
:
“Dari
Anas. Rasulullah Saw. Telah berkata, “ sesungguhnya Allah telah memaafkan
setengah Shalat dari orang musafir, dan memaafkan pada puasanya, dan Dia
memberikan (kemurahan) kepada wanita yang hamil dan yang sedang menyusui.”
(Riwayat lima orang ahli hadis).[9][9]
·
Batas
waktu melakukan qada & Beberapa hal yang mungkin dapat membatalkan puasa,
Serta kewajiban keluarga menggantikan puasa (Qada) dari keluarga yang mati
meninggalkan puasa.
Mentakhirkan Qada
Batas
waktu melakukan qada puasa adalah sampai datang bulan puasa berikutnya bagi
orang yang mungkin menqadanya. Tetapi apabila tidak dilakukannya, maka ia wajib
mengqada serta membayar Fidyah (member makan fakir miskin tiap-tiap hari ¾
liter beras atau yang sama dengan itu). Pendapat tersebut berdasarkan hadist
yang diriwayatkan oleh Daruqutni, dari Abu Hurairah, tetapi Daruqutni sendiri
mengatakan bahwa hadist itu lemah, sebenarnya hanya perkataan Abu Hurairah
saja. Kata pemuka islam syaukani, membayar fidyah itu tidak berasalan satu
hadis pun dari Rasulullah Saw, dan perkataan sahabat tidak dapat menjadi alas
an. Jadi, sebenarnya hal itu tidak wajib dilakukan karena tidak ada keterangan
yang mewajibkannya.
Orang
yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur diwajibkan segera mengqada
puasanya itu pada hari permulaan kesempatan yang didapatnya sesudah hari raya.
Sebagian ulama berpendapat, tidak wajib mengqada dengan segera, tetapi
sepanjang tahun, itu adalah waktunya untuk mengqada. Ia boleh memilih sembarang
hari dalam tahun itu untuk mengqada.
Berpantik (berbekam)
Berpantik
pada siang hari bagi orang yang puasa, membatalkan puasa atau tidak ? sebagian
ulama berpendapat tidak, Mereka mengambil alasan hadis berikut : “ Dari Ibnu
Abbas, “ Sesungguhnya Nabi Saw, telah berpantik ketika beliau dalam keadaan
ihram dan puasa. “ ( Riwayat Bukhari).
Ulama
yang lain berpendapat bahwa berpantik itu membatalkan puasa pendapat ini
beralasan :
Sabda
Rasulullah : “ Rasulullah Saw, berkata, “ Batallah puasa orang yang memantik
dan yang berpantik. “ (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)
Hadist
yang pertama lebih kuat daripada hadist yang kedua. Maka dengan sendirinya
pendapat yang pertama lebih kuat daripada pendapat yang kedua.[10][10]
Junub
sampai pagi hari puasa
Ada
orang islam yang menyangka bahwa junub sampai pagi (sampai terbit fajar) dalam
bulan Ramadan dapat membatalkan puasa. Persangkaan yang demikian tidak
beralasan. Sebenarnya hal itu tidak mengurangi puasa, baik junub karena
bersetubuh ataupun sebab lain, sebaiknya dia segera mandi sebelum terbit fajar
karena dikhawatirkan terjadi hal yang membatalkan misalnya kemasukan air ketika
mandi.
Menggantikan
Puasa Orang Lain
Orang
yang meninggalkan Puasa Ramadhan karena udzur, kemudian ia mati sebelum
mengqada puasanya, umpanya udzurnya terus menerus sampai ia meninggal, ia tidak
berdosa dan tidak wajib qada, tidak pula wajib fidyah . Adapun apabila ia
meninggal sesudah ada kemungkinan untuk mengqada, tetapi tidak dikerjakannya,
hendaklah dikerjakan (diqada) oleh familinya.
Sabda
Rasulullah Saw : “ Dari Aisyah Rasulullah Saw, telah berkata, “ Barang siapa
yang mati dengan meninggalkan kewajiban (qada) puasa, hendaklah walinya
berpuasa untuk menggantikannya. “ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Yang
dimaksud dengan “wali” dalam hadist ini ialah keluarga dekatnya. Adapula
pendapat lain, bahwa puasa yang boleh dikerjakan oleh orang lain itu hanya
puasa nazar. Adapula pendapat lain, yaitu hendaklah diambilkan dari harta
peninggalannya dan disedekahkan kepada fakir miskin, tiap-tiap hari ¾ liter
makanan yang mengenyangkan.[11][11]
·
Sunat
Puasa
1.
Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah
terbenam.
Sabda Rasulullah Saw :
Sabda Rasulullah Saw :
“ Dari Sabl Sa’ad,
“Rasulullah Saw. Berkata, ‘senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka
menyegerakkan berbuka puasa’.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2.
Berbuka dengan Kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
Diriwayatkan :
Dari Anas, “ Nabi Saw.
Berbuka dengan rutab (kurma gemading) sebelum shalat, kalau tidak ada dengan
kurma, kalau tidak ada juga , beliau minum beberapa teguk. “(Riwayat Abu Dawud
dan Tirmidzi)
3.
Berdoa sewaktu berbuka puasa
Sabda Rasulullah Saw :
Dari
Ibnu Umar, “Rasulullah Saw. Apabila berbuka puasa, beliau berdoa: Ya Allah,
karena engkau saya puasa, dan dengan rezeki pemberian Engkau saya berbuka,
dahaga telah lenyap dan urat-urat telah minum, serta pahala tetap bila allah
Swt. Menghendaki.”( Riwayat Bukhari dan Muslim)
4.
Makan sahur sesudah tengah malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika
puasa.
Sabda
Rasulullah Saw :
Dari
Anas. “Rasulullah Saw. Telah berkata,’ makan sahurlah kamu. Sesungguhnya makan
sahur itu mengandung berkat (menguatkan badan menahan lapar karena
puasa)’.”(Riwayat Bukhari dan Muslim)
5.
Mentakhirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
Sabda
Rasulullah Saw :
Dari
Abu Zar,”Rasulullah Saw. Telah berkata ,’senantiasa umatku dalam kebaikan
selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.”(Riwayat Ahmad)
6.
Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa.
7.
Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa
8.
Memperbanyak membaca Al-quran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena
mengikuti perbuatan Rasulullah Saw.[12][12]
·
Hikmah
Puasa
Ibadah puasa mengandung
beberapa hikmah, diantaranya sebagai berikut :
1.
Tanda terimakasih kepada Allah Swt -
karena semua ibadah yang mengadung arti terimakasih kepada Allah atas nikmat
pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya, dan tidak ternilai harganya.
Firman Allah Swt :
وان
تعدوا نعمت الله لاتحصوها
“
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidak dapat kamu
menghinggakannya.”(Ibrahim: 34)
2.
Didikan
kepercayaan - Seorang yang telah sanggup menahan makan dan minum dari harta
yang halal kepunyaannya sendiri, karena ingat perintah Allah, sudah tentu ia
tidak akan meninggalkan segala perintah Allah, dan tidak akan berani melanggar
segala larangan-Nya.
3. Didikan
perasaan belas kasihan terhadap fakir-miskin - karena seseorang yang telah
merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal itu akan dapat mengukur
kesedihan dan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang
kelaparan karena ketiadaan. Dengan demikian, akan timbul perasaan belas kasihan
dan suka menolong fakir miskin.
4.
Melatih Disiplin Waktu - Untuk menghasilkan puasa yang tetap
fit dan kuat di siang hari, maka tubuh memerlukan istirahat yang cukup, hal ini
membuat kita tidur lebih teratur demi lancarnya puasa. Bangun untuk makan sahur
dipagi hari juga melatih kebiasaan untuk bangun lebih pagi untuk mendapatkan
rejeki (makanan).
5. Keseimbangan dalam Hidup - Pada
hakikatnya kita adalah hamba Allah yang diperintahkan untuk beribadah. Namun
sayang hanya karena hal duniawi seperti pekerjaan, hawa nafsu dan lain-lain
kita sering melupakan kewajiban kita. Pada bulan puasa ini kita terlatih untuk
kembali mengingat dan melaksanakan seluruh kewajiban tersebut dengan imbalan
pahala yang dilipatgandakan.
6. Mempererat Silaturahmi - Dalam
Islam ada persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan
Ramadhan, Orang memberikan tajil perbukaan puasa gratis. Sholat bersama di
masjid, memberi ilmu islam dan banyak ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi
keagamaan yang dilaksanakan di Masjid.
7. Lebih Perduli Pada Sesama - Dalam
Islam ada persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan
Ramadhan, Orang memberikan tajil perbukaan puasa gratis. Sholat bersama di
masjid, memberi ilmu islam dan banyak ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi
keagamaan yang dilaksanakan di Masjid.
8. Tahu Bahwa Ibadah Memiliki Tujuan - Tujuan
puasa adalah melatih diri kita agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang
lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil. Tapi
jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi kita terbiasa
berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah.
9. Melatih Hidup Sederhana - Ketika
waktu berbuka puasa tiba, saat minum dan makan sedikit saja kita telah
merasakan nikmatnya makanan yang sedikit tersebut, pikiran kita untuk makan
banyak dan bermacam-macam sebetulnya hanya hawa nafsu saja.
10. Berlatih Lebih Tabah - Dalam
Puasa di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan yang tidak baik dilakukan.
Misalnya marah-marah, berburuk sangka, dan dianjurkan sifat Sabar atas segala
perbuatan orang lain kepada kita. Misalkan ada orang yang menggunjingkan kita,
atau mungkin meruncing pada Fitnah, tetapi kita tetap Sabar karena kita dalam
keadaan Puasa.
Drs. H.Moh. Rifa’i, op.
cit., h. 328-329
·
Penentuan
Awal Puasa
Puasa
Ramadhan adalah puasa yang telah ditentukan jumlah bilangan hari dan waktu
pelaksanaannya, yakni satu bulan penuh. Ada yang berjumlah 30 hari ada pula
yang berjumlah 29 hari. Perintah puasa pertama kali adalah pada tahun ke-2
Hijriah. Untuk menentukan awal dan akhir bulan ramadhan dapat dimulai dengan
salah satu sebab sebagai berikut:
1.
Dengan cara rukyatul hilal, yaitu dengan melihat bulan sabit tanggal satu bulan
qamariyah dengan mata telanjang.
فمن
شهد منكم الشهر فليسمه
Artinya:
“maka diantara kamu sekalian yang menyaksikan akan adanya awal ramadhan
haruslah ia puasa”(QS. AL-Baqarah:185)
Oleh
para ulama masih dipersoalkan tentang Hilal (melihat bulan):
a.
Menurut Imam Hanafi
a) Jika seandainya
langit cerah, wajib yang melihat itu semuanya/orang banyak (melihat bulan). Dan
orang tersebut mengatakan ashadu dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.
b) Dan kalau seandainya cuaca
tidak cerah (mendung/berkabut), maka cukup satu orang yang adil, berakal,
baliqh (kesaksian). Dan tidak perlu mengucap ashadu.
b. Menurut Imam Maliki
a) Yang melihat hilal
itu orang banyak, maka wajib puasa, sekalipun orang yang melihat hilal itu
tidak semuanya adil.
b) Bahwa yang melihat hilal itu
2 orang yang adil.
c) Kalau yang melihat
hilal hanya 1 orang (laki-laki), maka yang wajib puasa hanya dia sendiri.
c.
Menurut Imam Syafi’i
a) Melihat oleh orang
yang adil, walaupun hanya 1 orang (baik laki-laki / perempuan) dan wajib
mengucap ashadu.
b) Kalau yang melihat hilal
itu orang yang tidak adil (baik laki-laki / perempuan) maka puasa wajib hanya
bagi dirinya.
d. Menurut Imam Hambali
Diterima,apabila
hilal itu dilihat (perkadaan) 1 orang mukallaf (laki-laki/perempuan,
merdeka/hamba) yang adil, baik adil secara zhahir maupun secara batin. Baik
cuaca cerah /mendung dan mengucapkam ashadu.
kesimpulan
hukum bahwa permulaan puasa itu harus berdasarkan atas rukyat bila cuaca cerah;
dan atas dasar istikmal (menggenapkan jumlah bilangan bulan Sya'ban) bila cuaca
buruk, misalnya karena mendung sehingga tidak memungkinkan dilakukan rukyat.
Drs. H. Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang:
PT Karya Toha Putra, 1978), h. 325-326
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam yang wajib dikerjakan oleh hamba
Allah yang bertakwa, didalamnya banyak terdapat manfaat bagi jasmani dan rohani,
puasa sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunah.
Puasa adalah terjemahan dari Ash Shiyam.
Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak
terbatas. “Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari
segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak
bermanfaat dan sebagainya.
Puasa wajib adalah puasa wajib dikerjakan yang dilaksanakan mendapat
pahala dan tidak dikerjakan mendapat dosa. Puasa Sunnah adalah puasa yang boleh
dikerjakan ataupun tidak. Puasa wajib meliputi puasa ramadhan, puasa kafarat,
dan puasa nadzar. Sedangkan puasa sunah meliputi puasa daud, puasa senin kamis,
puasa syawal, puasa arafah, puasa asyura, puasa sya’ban, dan puasa pada bulan
pertengahan komariah.
Puasa haruslah dilakukan pada selain hari-hari yang telah diharamkan dan
dalam menjalankannyapun harus menghindari hal-hal yang dapat membatalkan
puasa.diantaranya muntah dengan sengaja,ragu, berubah niat, danlain sebagainya.
Puasa mengandung banyak hikmah baik dalam segi kejiwaan seperti
membiasakan sabar dan berprilaku baik. Dalam segi social seperti sikap saling
tolong menolong.dalam segi kesehatan seperti, membersihkan usus. Maupun dalam
segi rohani yaitu selalu berdzikir kepada allah.
Puasa Ramadhan
lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit
pagi hingga terbenam matahari.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah
orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan
suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir
(perjalanan) dan sanggup berpuasa.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisj,
Hussein., 1980. Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Latif, M. Djamil., 2001. Puasa dan
Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rifa’i, Moh., 1978. Ilmu Fiqih
Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Rasjid, Sulaiman., 2012. Fiqih
Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sabiq, Sayyid., 1993. Fikih Sunnah
3. Bandung: Al-Ma’arif.
Al-Zuhayly,Wahbah.2005.Al-Fiqihal-Islamwa-Adillatuh.Remaja
Rosdakarya.Bandung
Rasyid, Sulaiman.1994.Fiqih
Islam.Sinar Baru Algensindo.bandung
Ritonga, rahman, Zainudin.1997.Fiqih
Ibadah.Gaya Media Pratama. Jakarta
Shiddieqy,Hasbi
Ash.1993.PEDOMAN PUASA.Bulan
Bintang.Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar